06 Februari 2009

biopori

Mengelola sampah organik dari rumah dan pekarangan kita saat ini bisa dilakukan dengan berbagai cara praktis dan sederhana, bila pada tulisan sebelumnya dikupas tentang pengkomposan metode keranjang takakura untuk mengelola sampah organik dari dapur dan rumah kita, kali ini saya ceritakan salah satu metode lain untuk mengelola sampah organik ini, yang bisa jadi pilihan untuk dilakukan di rumah kita, terutama bagi kita yang masih memiliki cukup lahan, pekarangan atau kebun pekarangan di rumah kita.
Metode ini bernama Lubang Resapan Biopori, yang sudah populer di Indonesia, diperkenalkan hingga populer berkat kawan-kawan tim LRB IPB (lihat websitenya di www.biopori.com)

Cerita tentang LRB ini, saya rangkai dari acara Berbagi Pengalaman para pengguna/pemakai metode Lubang Resapan Biopori, yang diadakan pada tanggal 18 januari 2009 di Bandung oleh kawan-kawan Zero Waste Community Bandung.

Karena fokus sharing pengalaman acara ini di wilayah praktis dan persoalan komposting sampah, maka data-data tambahan untuk melengkapi tulisan ini saya kutip juga dari website biopori IPB dan beberapa sumber lain. Tentunya bukan untuk membajak informasi(karena konon dari website tsb dilarang dikutip sebagian atau seluruhnya), melainkan untuk mendukung data dari informasi yang diperoleh pada pertemuan share pengalaman tersebut.
Mari kita mulai....

Lubang Resapan BIOPORI(LRB) ini pada prinsipnya merupakan lubang silindris vertikal kedalam tanah, berdiameter 10 – 30 cm dengan kedalaman sekitar 80 – 100 cm. Atau untuk kasus tanah dengan muka air tanah dangkal, kedalaman bisa disesuaikan, tidak perlu hingga melewati batas muka air tanah.
Sesuai namanya, maka peran utama dari lubang ini adalah untuk resapan air, terutama di musim hujan. Selain itu lubang utama yang kita gali ini didesain untuk diisi dengan material(sampah) organik yang biasa kita hasilkan dari rumah, pekarangan dan kebun pekarangan kita.
Mengisi lubang resapan ini dengan sampah-sampah organik(sebagai lubang pengkomposan), akan memicu terbentuknya terowongan-terowongan kecil(biopori) disekitar lubang utama yang kita gali(lihat gambar). BIOPORI ini dibuat oleh aktifitas fauna tahan dan akar tanaman.

By the way. Sebetulnya metode lubang vertikal semacam ini sudah kita kenal sejak lama, dengan diameter atau ukuran lubang yang lebih besar, lubang tersebut biasa kita namai sebagai sumur resapan. Diameter sumur resapan ini tentu saja lebih besar dibanding dengan dengan metode lubang vertikal LRB, dan sumur resapan ini tidak selalu berbentuk silindris, banyak yang membuatnya berbentuk galian segi empat.

Jadi beberapa manfaat dari penggunaan LRB adalah:
- Sebagai lubang resapan air untuk mencegah genangan dan banjir(dalam penggunaan luas)
- Memperbaiki kualitas mikroorganisme dalam tanah(memicu munculnya biopori yang banyak manfaatnya)
- Tempat mengkompos sampah organik yang butuh waktu lebih lama terurai (sampah pekarangan, kebun, halaman), sehingga menyuburkan tanah
- Kombinasi proses pengkomposan dalam ruangan (metode Takakura), untuk sampah-sampah organik yang lebih butuh waktu lama terurai.
 
Metode ini juga direkomendasikan karena lebih mudah membuatnya serta lebih murah biaya pembuatan alatnya, dibanding bila membuat sumur resapan, dan tentunya umur alat ini sangat panjang selama kita bisa merawatnya dengan baik.
Beberapa tempat yang dianjurkan sebagai titik penggalian Lubang Resapan Biopori antara lain seperti di dasar saluran air dimana biasanya air mengalir, di sekeliling pohon serta batas tanaman, di daerah lahan kosong yang biasa menjadi daerah genangan air saat hujan serta di bagian-bagian lahan yang biasanya air mengalir ke tempat itu dan menggenang disana.

Berapa banyak kita perlu membuat LRB, serta bagaimana menggalinya?

Dari cerita para pengguna, jumlah lubang dan jarak antar lubang yang mereka buat cukup beragam, dengan jarak paling rapat antar satu lubang ke lubang lainnya sekitar 1 meter(atau bahkan hingga 0,5 m), ”disesuaikan dengan lahan yang kita miliki”, demikian kata pak Rully, salah satu narasumber di acara tersebut.

Dan bila saya baca di websitenya BIOPORI, hitung-hitungan detilnya adalah sbb:
Untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam(hujan lebat), dengan kemampuan peresapan air 3 liter/menit(180 liter/jam) pada 100 meter persegi bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50X100)/180 = 28 lubang.
Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm dan kedalamannya 100 cm, maka setiap lubang dapat menampung 7,8 liter sampah organik. Ini berarti setiap lubang dapat diisi sampah organik selama 2 hingga 3 hari. 

Saat tepat menggali dan merawat ... 

Waktu yang tepat menggali lubang adalah ketika awal musim hujan, sehingga akan mengoptimalkan penangkapan dan peresapan air hujan melalui lubang ini. Bagi yang sudah menggunakan lubang-lubang resapan biopori ini, awal musim hujan juga merupakan saat yang tepat untuk memperbaharui dan merawat LRB nya guna persiapan menghadapi musim penghujan.
Selain itu tentunya selama musim hujan dan musim kemarau Lubang Resapan Biopori ini tetap bisa bermanfaat untuk pengomposan sampah organik.

Sedangkan untuk memperkuat mulut lubang galian LRB, beberapa pengguna melapisi lingkaran dinding teratas mulut lubang dengan semen atau dengan pipa PVC sedalam beberapa centimeter saja (sekitar 10 cm untuk LRB 100 cm), sehingga mulut lubang ini tidak mudah terkikis air dan runtuh yang kemudian menyumbat lubang.

Namun demikian hal ini bukanlah sesuatu yang diharuskan, selama tempat penggalian lubang kita cukup aman dari gangguan dan bisa rutin dirawat sambil kita memanfaatkannya sebagai lubang pengomposan, tentunya tidak perlu proses pelapisan ini.

Jadi cukup mudah kan membuat dan merawatnya? Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menggunakannya

Terakhir, jika penasaran silahkan manfaatkan panduan ini (klik disini) untuk dicoba di tempat kita. 

....

Selamat mencoba.

Tidak ada komentar: