Dimasa hidupnya Maslow pernah mengemukakan teorinya tentang hierarki kebutuhan manusia, dimana kebutuhan itu terbagi kedalam(menjadi) lima tingkatan yang berbentuk piramida. Tingkatan dasar hingga tingkat puncak dari kebutuhan manusia itu adalah mulai dari (1)Kebutuhan fisiologis, (2)Kebutuhan akan rasa aman, (3)Kebutuhan sosial, (4)Kebutuhan status, dan yang tertinggi adalah Aktualisasi diri(5).
Namun kemudian pada masa akhir hayatnya Maslow sempat mengungkapkan teori barunya tentang kebutuhan manusia ini, dimana kemudian yang menjadi puncak tertinggi dari kebutuhan manusia itu bukanlah aktualisasi diri, melainkan satu kebutuhan yang sifatnya transendental, inilah kebuthan transendensi diri. Bahkan pada banyak kejadian sejarah manusia ternyata untuk mencapai tingkat kebutuhan ini(transendensi diri) ternyata tidak melulu harus melewati 5 tahapan/hierarki kebutuhan seperti yang diungkapkan dalam teori awalnya.
Kebutuhan transendensi atau kebutuhan spiritualitas atau kebutuhan pencarian, pengembaraan hingga penyerahan jiwa pada 'sesuatu' yang 'maha tinggi' ternyata merupakan puncak dari kebutuhan manusia yang tidak terkekang pada tangga tingkatan berdasarkan hierarki Maslow.
Gandhi tidak memerlukan tahapan terpenuhinya kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial dan status, namun mampu mencapai tingkat spiritualitas transendensi meskipun sepanjang hayatnya dia adalah manusia yang sederhana(bahkan dikatakan miskin secara duniawi).
Dan kemarin diskusi tentang spiritualitas ini terangkat diantara kami(aku dan dua orang rekan kerjaku yang juga sahabatku). Perbincangan selepas petang itu terlontar ketika secara implisit muncul pertanyaan apakah orang-orang yang selama ini termasuk sekuler dan bahkan tidak hirau dengan konsep ketuhanan akan percaya pada tuhan?
Pertanyaan itu memang tidak akan menggigit bila tidak menghadirkan 'objek' sebagai bahan diskusi, dan tentu saja kami memiliki satu objek sebagai bahan diskusi. Seorang kawan kami yang lain yang dikenal sekuler yang selama ini nampak tidak hirau dengan isu seputar agama, keyakinan dan tuhan secara umum, namun ternyata lebih beretika ketimbang banyak manusia saat ini yang mengaku total beragama.
Yang menarik adalah dia kerap juga mengemukakan tentang 5 hierarki kebutuhan manusia model Maslow dan dia menyatakan juga pandangan Maslow di akhir hayatnya tentang satu kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya ketimbang kebutuhan yang 5 diatas, yaitu kebutuhan transendensi atau spiritualitas.
Pertanyaannya adalah bila kemudian secara 'natural' manusia akan memiliki dorongan untuk 'mencari' dan memenuhi kebutuhan spiritualitasnya, apakah lantas kawanku tersebut juga akan berlaku sama? mencari tuhannya?
Aku sendiri percaya bila memang kawanku ini tidak bermain-main dengan pernyataan-pernyataannya dan kutipannya dari teori-teori tersebut, maka dia memang akan sampai pada tahap itu, mencari tuhannya.
Lantas apakah memang dia akan mencari tuhannya dan menemukannya?
Aku tidak tahu, yang aku tahu ketika kita mencari 'sesuatu', maka cuma dua yang bisa kita dapat yaitu menemukannya atau sebaliknya.
Dan ketika yang dicari itu tidak ditemukan, sementara begitu dibutuhkannya, maka yang terjadi biasanya adalah jatuh pada pilihan untuk membuat sendiri apa yang dicari tersebut.
Ketika pencarian tuhan itu tidak ditemukan, maka banyak manusia kemudian memutuskan untuk membuat tuhannya dan menyembah tuhan buatannya, untuk memenuhi kebutuhan spiritualitasnya.
Dan sesungguhnya itulah (paradigma) perbedaan mendasar dari dua model manusia yang bertuhan saat ini, yang satu adalah manusia dengan paradigma tuhanlah yang menciptakannya, sementara satu lainnya dengan paradigma manusialah yang menciptakan tuhannya.
Entah masuk kedalam tipe yang manakah kita(aku, anda dan kawanku), hanya kita sendiri yang tahu, dan yang pasti semakin hari kecenderungan kebutuhan transendensi(spiritualitas) itu semakin nampak jelas ditunjukan kawan(objek) kami tersebut.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar