[Bersama Bayu, Punclut 01/01/14] |
Aku bukan penganut hura-hura kemeriahan malam pergantian tahun baru. Kebisingan petasan dan mercon tiap pergantian tahun selalu mengganggu jam istirahatku. Jika tidak ada aktivitas lain maka tidur menjadi agenda utama di malam tahun baru, toh keluar rumahpun pasti sangat macet di sepanjang jalanan. Semakin tidak minat saja rasanya. Undangan untuk hadir kumpul-kumpul di kantor dengan membawa keluarga seluruh staf pun tidak jadi pilihan bagiku malam tadi. Agenda malam ini adalah menjaga agar Bayu tetap terlelap melawati malam yang horrror ini.
Menghabiskan waktu libur atau saat senggang bersama Bayu kecilku adalah pilihan kami saat ini. Saat upaya kami malam tadi menjaga agar Bayu tetap terlelap diantara bisingnya suara mercon dan petasan, maka pagi ini agenda kami adalah mengajaknya jalan-jalan untuk kedua kalinya agak jauh dari rumah.
Punclut adalah pilihan terdekat kami kali ini, beberapa minggu lalu kami mengajaknya ke Garut dan memandikannya di air hangat pegunungan di kawasan wisata Cipanas Garut, dan baru beberapa hari lalu kami mengajaknya ke Tahura Djuanda. Kini pilihan berikutnya cukup Punclut dengan berkendara motor, dan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami di utara kota ini. Itu semua adalah pertimbangan kami saat memutuskan tempat yang akan dikunjungi pagi ini, termasuk karena sore hari yang kerap hujan di bulan ini.
Seperti biasa, Bayu pasti terlelap dalam gendongan di atas kendaraan, termasuk saat digendong ibunya diatas boncengan motor. Padahal inginnya kami sih melihat dia terjaga sepanjang jalan, agar bisa melihat bermacam warna dan suasana baru sepanjang jalan yang kami susuri di utara kota ini.
Bayu terjaga saat kami memutuskan untuk makan siang di salah satu warung makan di jalan perbatasan Bandung dengan Kabupaten Bandung Barat, mungkin daerah ini namanya Pagerwangi, jalanan lama yang menjadi jalur inti penghubung cepat lembang dan Bandung dari Ciumbuleuit.
Cukup ceria sang Bayu pagi ini, wajahnya cerah secerah pagi dengan semilir udara Bandung utara yang masih bersih. Bergantian kami menggendongnya disela-sela santap menu khas punclut. Nasi hitam, sambal terasi, lalapan, ikan asin, dan ditutup dengan minuman air kelapa muda, cukup memuaskan selera kami. Kalender merah libur awal tahun ini cukup menguntungkan kami, karena jalanan pagi ini tidak semacet biasanay dan kawasan wisata punclutpun tidak begitu ramai dikunjungi orang, nampaknya mereka masih terlelap setelah semalaman keletihan menghabiskan waktu dengan pesta pora malam pergantian tahun.
Dari semenjak aku remaja punclut memang tidak serimbun perbukitan yang diimpikan dalam lukisan, bahkan kini semakin tidak rimbun dan tidak asik karena munculnya kawasan mewah penuh beton bertulang di dalamnya. Bukaan hunian mewah dengan akses jalan lebar yang gila-gilaan bukannya malah membuat kami nyaman, malah membuat kami semakin miris dengan tempat ini di masa depan. Bukaan kawasan mewah yang siap menebar bencana bagi orang hilir.
Ada satu pertanyaan sederhana yang dilontarkan padaku yang saat masih sebagai kontraktor alias pengontrak rumah, "bagaimana jika ada yang menawari salah satu rumah di dalam kawasan mewah ini?", enteng kujawab, karena tak berminat maka ga akan kupakai, mungkin rumah mewahnya dibongkar saja jadikan kebun...hehe.
Punclut dan sekitarnya memang siap menebar bencana, bukan bencana dari alam, tapi bencana akibat kerakusan manusia yang hanya ingin keuntungan semata dengan merusak lingkungannya yang rentan. Dan ingatlah bagi anda para pemilik pemukiman mewah di kawasan ini, anda berkontribusi langsung atas masalah yang langsung terjadi karena adanya pemukiman anda di kawasan rentan ini.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar