18 Januari 2011

TAHURA dan Goa Persembunyian yang Tak Lagi Sunyi

Ingin tahu tempat persembunyian para Bule Belanda ketika menghindari gempuran udara tentara Jepang? Datanglah ke Taman Hutan Raya (TAHURA) Ir. H. Djuanda - Dago Pakar, tepat di tepi aliran Cikapundung sekitar 7 Kilometer arah utara kota Bandung. Kawasan yang pada jaman purba merupakan tempat tinggal leluhur urang Bandung sebelum mendiami bekas danau purba yang surut, yang kini bernama cekungan Bandung.

Belasan ribu tahun lalu ketika letusan dahsyat Gunung Sunda terjadi aliran lavanya mengalir menyusur kawasan Dago Pakar, kemudian membentuk batuan Basal hitam yang memiliki tekstur berkristal sangat halus. 5000 tahun kemudian setelah peristiwa letusan Gunung Sunda, Danau Bandung Purba mulai terbentuk dari penyumbatan aliran sungai Citarum oleh aliran lava di daerah Padalarang kini. Sedangkan di bekas letusan gunung Sunda itu terbentuklah satu Gunung baru yang kini bernama Tangkuban Parahu.

Kawasan TAHURA pada masa Kolonial Belanda sebenarnya merupakan tempat penelitian para ahli manusia purba dari Belanda. GHR von Koenigswald, ahli paleontologi manusia purba dari Belanda pada masa itu banyak menemukan peralatan batu obsidian, dimana banyak dari peralatan itu merupakan perkakas atau senjata (Pakarang), sehingga bisa jadi nama Pakar sendiri diambil dari kata Pakarang atau senjata.

Mencapai kawasan TAHURA sangatlah mudah, selain jalannya yang cukup bagus dan bisa dilalui beragam jenis kendaraan, jarak yang cukup dekat dari pusat kota Bandung menjadikannya salah satu tujuan wisata alam yang paling mudah dijangkau untuk terbebas dari sesak dan semerawutnya kota Bandung saat ini.

Dengan membayar tiket masuk seharga Rp.8000 Rupiah kita bisa menjelajahi berbagai peninggalan sejarah serta suguhan keasrian alam yang sejuk yang sudah semakin sulit didapatkan di kota Bandung saat ini.

(Mulut Goa Belanda yang digali pada batu tuf-lapili hasil letusan G. Sunda
di dalam kawasan TAHURA Djuanda Bandung / Foto: Jumardin Asih)

Salah satu daya tarik utama adalah Goa Belanda yang dibangun pada tahun 1941 serta Goa Jepang yang keduanya digali pada batu tuf-lapili hasil letusan Gunung Sunda, tentu menjadi atraksi geowisata khas yang ada di kawasan ini. Di goa Belanda yang memiliki satu pintu keluar ini pada masa Kolonial dibangun sebagai tempat Pembangkit listrik, kemudian sempat menjadi tempat pemancar radio komunikasi rahasia tentara Belanda menghindari jangkauan tentara Jepang.

TAHURA berada di lintas wilayah tiga kawasan, Kabupaten Bandung, Kabupaten Lembang dan kota Bandung. Karena posisinya ini maka pengelolaanya berada di tingkat pemerintah provinsi Jawa Barat, ditangani Kementerian Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya. Peresmian TAHURA Ir. H. Djuanda dilakukan pada tanggal 14 Januari 1985, bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda, dan sekaligus sebagai Taman Hutan Raya pertama di Indonesia.

Menyusuri jalanan ke arah utara mengikuti bibir lembah TAHURA selain akan mendapati Goa Belanda dan Jepang juga akan disuguhi berbagai keanekaragaman flora diantara dekapan udara yang terasa sejuk. TAHURA Djuanda adalah kawasan pelestarian alam yang berfungsi sebagai tempat koleksi tumbuhan dan atau satwa baik yang alami maupun buatan, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan serta menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Hutan alam sekunder dan hutan tanaman yang mulai dikembangkan tahun 1950-an ini mempunyai potensi flora cukup variatif, menjadi salah satu paru-paru penghasil oksigen bagi kota Bandung serta berfungsi sebagai laboratorium alam (arboretum). Namun karena tumbuh pada lahan berbatu maka tegakan tanaman kayu disini diametemya relatif kecil, dan pada tahun 1963 ditanam jenis tumbuhan kayu asing berasal dari luar daerah dan luar negeri dilahan seluas 30 Ha yang terletak di sekitar Plaza dan Gua Jepang.

Tidak heran jika saat ini tegakan utama kayu yang mendominasi adalah jenis asing yaitu pinus (Pinus merkusil) yang sesungguhnya bukanlah tanaman asli Indonesia.

Menyusuri trek dari paving blok ke arah utara pangunjung akan disuguhi berbagai pemandangan menarik, bahkan bila pengunjung cukup jeli dan beruntung bukan tidak mungkin akan berpapasan dengan rombongan kera ekor panjang yang kerap melintas dan mencari makanan di kawasan ini.

Selain itu perpaduan batuan purba endapan lava dengan berbagai tanaman yang tumbuh menyelimutinya memberikan keindahan alam khas wisata geologis sejarah diantara kesejukan hutan satu-satunya yang tersisa di Bandung utara ini.

Tidak lebih dari 5 Kilometer menyusuri trek paving blok dilereng lembah TAHURA ke arah utara kita akan mencapai Maribaya, satu kawasan yang masih di dalam alur lembah yang sama dan juga termasuk dalam bagian patahan(sesar) Lembang di sisi timur Tangkubanparahu. 

Meskipun tempat ini sudah masuk kedalam kawasan Lembang, namun sesungguhnya statusnya masih berada dalam satu kompleks pegunungan yang sama seperti sebelum nama TAHURA digunakan, yang terletak di Sub-DAS Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, merupakan bagian dari kawasan Komplek Hutan Gunung Pulosari, yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1922.
(Patung Ir. H Djuanda / Foto: matakita.net)
Namun ada yang terasa hilang dari kesan sebagai tempat menyepi yang terlindung seperti yang jaman dahulu begitu kental diidentikan TAHURA tempo dulu, ya, tentu saja oleh semakin terhimpitnya TAHURA karena pembangunan perumahan mewah dan pemukiman-pemukiman di sekelilingnya yang kian merangsek mengepung.

Tahura atau Pakar yang pada masa Kolonial Belanda merupakan tempat penelitian yang jauh dari hingar-bingar dan gangguan kerusakan lahan, kini nampak mulai terasa memprihatinkan dengan kepungan pemukiman di sekitarnya. Seolah olah pengunjung hanya disajikan keasrian sesaat dalam kawasan lembah saja, ketika pengunjung keluar dari lembah yang sejuk ini dan sedikit mendaki ketinggian di sisi kanan perbukitan TAHURA maka akan nampaknya begitu terkepungnya paru-paru alam ini oleh serbuan dinding beton dan kaca-kaca transparan.

TAHURA kini bukan lagi tempat persembunyian bule dari gempuran pemboman Nippon. Meski goa-goanya nampak masih tetap kokoh namun kini TAHURA tidak bisa lagi bertahan dari gempuran pembangunan pemukiman mewah yang semakin merangsek mengepungnya. 

Dago Pakar kini semakin sesak dan jenuh karena pembangunan utara Bandung yang tidak terkendali. Aliran sungainya semakin kotor berisi sampah akibat aktivitas manusia yang terbawa dari hulu, bahkan sampah-sampah para pengunjung yang kerap mengotori kawasan penting ini. TAHURA perlu diselamatkan...

* * *

Tidak ada komentar: