Ingin tahu tempat persembunyian para Bule Belanda ketika menghindari gempuran udara tentara Jepang? Datanglah ke Taman Hutan Raya (TAHURA) Ir. H. Djuanda - Dago Pakar, tepat di tepi aliran Cikapundung sekitar 7 Kilometer arah utara kota Bandung. Kawasan yang pada jaman purba merupakan tempat tinggal leluhur urang Bandung sebelum mendiami bekas danau purba yang surut, yang kini bernama cekungan Bandung.
Belasan ribu tahun lalu ketika letusan dahsyat Gunung Sunda terjadi aliran lavanya mengalir menyusur kawasan Dago Pakar, kemudian membentuk batuan Basal hitam yang memiliki tekstur berkristal sangat halus. 5000 tahun kemudian setelah peristiwa letusan Gunung Sunda, Danau Bandung Purba mulai terbentuk dari penyumbatan aliran sungai Citarum oleh aliran lava di daerah Padalarang kini. Sedangkan di bekas letusan gunung Sunda itu terbentuklah satu Gunung baru yang kini bernama Tangkuban Parahu.
Kawasan TAHURA pada masa Kolonial Belanda sebenarnya merupakan tempat penelitian para ahli manusia purba dari Belanda. GHR von Koenigswald, ahli paleontologi manusia purba dari Belanda pada masa itu banyak menemukan peralatan batu obsidian, dimana banyak dari peralatan itu merupakan perkakas atau senjata (Pakarang), sehingga bisa jadi nama Pakar sendiri diambil dari kata Pakarang atau senjata.
Mencapai kawasan TAHURA sangatlah mudah, selain jalannya yang cukup bagus dan bisa dilalui beragam jenis kendaraan, jarak yang cukup dekat dari pusat kota Bandung menjadikannya salah satu tujuan wisata alam yang paling mudah dijangkau untuk terbebas dari sesak dan semerawutnya kota Bandung saat ini.
Dengan membayar tiket masuk seharga Rp.8000 Rupiah kita bisa menjelajahi berbagai peninggalan sejarah serta suguhan keasrian alam yang sejuk yang sudah semakin sulit didapatkan di kota Bandung saat ini.
(Mulut Goa Belanda yang digali pada batu tuf-lapili hasil letusan G. Sunda
di dalam kawasan TAHURA Djuanda Bandung / Foto: Jumardin Asih) |
Salah
satu daya tarik utama adalah Goa Belanda yang dibangun pada tahun 1941
serta Goa Jepang yang keduanya digali pada batu tuf-lapili hasil letusan
Gunung Sunda, tentu menjadi atraksi geowisata khas yang ada di kawasan
ini. Di goa Belanda yang memiliki satu pintu keluar ini pada masa
Kolonial dibangun sebagai tempat Pembangkit listrik, kemudian sempat
menjadi tempat pemancar radio komunikasi rahasia tentara Belanda
menghindari jangkauan tentara Jepang.
TAHURA berada di lintas wilayah tiga kawasan, Kabupaten Bandung, Kabupaten Lembang dan kota Bandung. Karena posisinya ini maka pengelolaanya berada di tingkat pemerintah provinsi Jawa Barat, ditangani Kementerian Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya. Peresmian TAHURA Ir. H. Djuanda dilakukan pada tanggal 14 Januari 1985, bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda, dan sekaligus sebagai Taman Hutan Raya pertama di Indonesia.
Menyusuri
jalanan ke arah utara mengikuti bibir lembah TAHURA selain akan
mendapati Goa Belanda dan Jepang juga akan disuguhi berbagai
keanekaragaman flora diantara dekapan udara yang terasa sejuk. TAHURA
Djuanda adalah kawasan pelestarian alam yang berfungsi sebagai tempat
koleksi tumbuhan dan atau satwa baik yang alami maupun buatan, jenis
asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu
pengetahuan, penelitian dan pendidikan serta menunjang budidaya, budaya,
pariwisata dan rekreasi.
Hutan
alam sekunder dan hutan tanaman yang mulai dikembangkan tahun 1950-an
ini mempunyai potensi flora cukup variatif, menjadi salah satu paru-paru
penghasil oksigen bagi kota Bandung serta berfungsi sebagai
laboratorium alam (arboretum). Namun karena tumbuh pada lahan berbatu
maka tegakan tanaman kayu disini diametemya relatif kecil, dan pada
tahun 1963 ditanam jenis tumbuhan kayu asing berasal dari luar daerah
dan luar negeri dilahan seluas 30 Ha yang terletak di sekitar Plaza dan
Gua Jepang.
Tidak heran jika saat ini tegakan utama kayu yang mendominasi adalah jenis asing yaitu pinus (Pinus merkusil) yang sesungguhnya bukanlah tanaman asli Indonesia.
Tidak heran jika saat ini tegakan utama kayu yang mendominasi adalah jenis asing yaitu pinus (Pinus merkusil) yang sesungguhnya bukanlah tanaman asli Indonesia.
Menyusuri trek
dari paving blok ke arah utara pangunjung akan disuguhi berbagai
pemandangan menarik, bahkan bila pengunjung cukup jeli dan beruntung
bukan tidak mungkin akan berpapasan dengan rombongan kera ekor panjang
yang kerap melintas dan mencari makanan di kawasan ini.
Selain
itu perpaduan batuan purba endapan lava dengan berbagai tanaman yang
tumbuh menyelimutinya memberikan keindahan alam khas wisata geologis
sejarah diantara kesejukan hutan satu-satunya yang tersisa di Bandung
utara ini.
Tidak lebih dari 5 Kilometer menyusuri trek
paving blok dilereng lembah TAHURA ke arah utara kita akan mencapai
Maribaya, satu kawasan yang masih di dalam alur lembah yang sama dan
juga termasuk dalam bagian patahan(sesar) Lembang di sisi timur
Tangkubanparahu.
Meskipun tempat ini sudah masuk kedalam kawasan Lembang, namun sesungguhnya statusnya masih berada dalam satu kompleks pegunungan yang sama seperti sebelum nama TAHURA digunakan, yang terletak di Sub-DAS Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, merupakan bagian dari kawasan Komplek Hutan Gunung Pulosari, yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1922.
Meskipun tempat ini sudah masuk kedalam kawasan Lembang, namun sesungguhnya statusnya masih berada dalam satu kompleks pegunungan yang sama seperti sebelum nama TAHURA digunakan, yang terletak di Sub-DAS Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, merupakan bagian dari kawasan Komplek Hutan Gunung Pulosari, yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1922.
(Patung Ir. H Djuanda / Foto: matakita.net) |
Namun
ada yang terasa hilang dari kesan sebagai tempat menyepi yang
terlindung seperti yang jaman dahulu begitu kental diidentikan TAHURA
tempo dulu, ya, tentu saja oleh semakin terhimpitnya TAHURA karena
pembangunan perumahan mewah dan pemukiman-pemukiman di sekelilingnya
yang kian merangsek mengepung.
Tahura
atau Pakar yang pada masa Kolonial Belanda merupakan tempat penelitian
yang jauh dari hingar-bingar dan gangguan kerusakan lahan, kini nampak
mulai terasa memprihatinkan dengan kepungan pemukiman di sekitarnya.
Seolah olah pengunjung hanya disajikan keasrian sesaat dalam kawasan
lembah saja, ketika pengunjung keluar dari lembah yang sejuk ini dan
sedikit mendaki ketinggian di sisi kanan perbukitan TAHURA maka akan
nampaknya begitu terkepungnya paru-paru alam ini oleh serbuan dinding
beton dan kaca-kaca transparan.
TAHURA
kini bukan lagi tempat persembunyian bule dari gempuran pemboman
Nippon. Meski goa-goanya nampak masih tetap kokoh namun kini TAHURA
tidak bisa lagi bertahan dari gempuran pembangunan pemukiman mewah yang
semakin merangsek mengepungnya.
Dago Pakar kini semakin sesak dan jenuh karena pembangunan utara Bandung yang tidak terkendali. Aliran sungainya semakin kotor berisi sampah akibat aktivitas manusia yang terbawa dari hulu, bahkan sampah-sampah para pengunjung yang kerap mengotori kawasan penting ini. TAHURA perlu diselamatkan...
Dago Pakar kini semakin sesak dan jenuh karena pembangunan utara Bandung yang tidak terkendali. Aliran sungainya semakin kotor berisi sampah akibat aktivitas manusia yang terbawa dari hulu, bahkan sampah-sampah para pengunjung yang kerap mengotori kawasan penting ini. TAHURA perlu diselamatkan...
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar